Pernah enggak sih, gengs, kamu tiba-tiba kepikiran gini: “kok jualanku gini-gini aja, ya?”, “followers-ku nambah, tapi yang beli kok enggak nambah juga?”, “yang nge-like banyak, tapi kok enggak ada yang beli?”. Well, pikiran seperti itu bukan tiba-tiba dan out of nowhere, karena kemungkinan kamu sudah terjebak vanity metrics. “Apa tuh, Nas?”
Apa Itu Vanity Metrics?
Dalam dunia digital marketing, vanity metrics adalah istilah untuk sebuah parameter yang ‘kelihatannya’ memuaskan, tapi sebenernya enggak berarti sama sekali buat penjualan. Dalam kata lain, parameter ini menunjukkan sebuah laporan yang positif, namun nyatanya tidak ada yang bisa dievaluasi dari pencapaian tersebut. Kamu tidak bisa menentukan keputusan atau tindakan selanjutnya yang dapat diambil. Singkatnya, metriks vanity adalah pencapaian kosong.
Apalagi kalau kamu punya bisnis jualan online, kamu wajib tahu sumber traffic penjualanmu datang dari mana saja sehingga kamu bisa buat keputusan yang tepat untuk jualan selanjutnya. Bertambahnya jumlah likes, save, atau followers, bukan berarti jualanmu mengalami peningkatan. Supaya enggak terjebak dengan metriks vanity, kamu perlu mengenal dan mempelajari seperti apa bentuk-bentuk metriks ini.
Mengenali Metriks-metriks Vanity
First of all, kamu wajib mengenali seperti apa bentuk-bentuk metriks vanity. Biasanya, tolok ukurnya adalah sesuatu yang hanya terlihat bagus di permukaan, tapi tak memiliki substansi yang berarti. Misalnya, jumlah followers, pageviews, fans, subscribers, dan lain-lain.
Jumlah followers yang banyak belum tentu didasari alasan bahwa mereka tertarik pada jualanmu. Bisa jadi, pengguna memencet tombol follow hanya karena ingin di-followback atau sekadar stalking. Kalau enggak di-follback, seringkali langsung hilang dalam beberapa hari ke depan, kan? Begitu juga dengan jumlah pageviews. Kelihatannya, kontenmu populer, tapi sebenarnya pageviews enggak bisa menunjukkan apakah audiens benar-benar membaca kontenmu, atau berapa lama waktu yang dihabiskan untuk membaca halaman tersebut.
Jumlah fans dan subscribers pun hanyalah angka, karena tidak bisa menentukan apakah mereka benar-benar menggemari kontenmu atau tidak. Banyak yang hanya like dan subscribe di awal lalu tidak kembali untuk melihat kontenmu lagi. Oleh sebab itu, data-data ini tidak bisa jadi tolok ukur bisnis, namun dapat digunakan sebagai optimization metrics.
Membedakan Optimization Metrics dan Actionable Metrics
Jumlah view, like, follower, dan sebagainya ini dapat membantu mengoptimalkan konten. Oleh sebab itu, data-data ini disebut sebagai optimization metrics. Fungsinya adalah untuk menggaet target specific audience yang dapat dikonversikan jadi pelanggan. Berdasarkan data view, likes, dan lain-lain ini, dapat diketahui audiens seperti apa yang banyak mengunjungi konten kamu. Dari situlah kamu dapat menganalisis dan memutuskan konsep konten-konten selanjutnya.
Nah, ada lagi actionable metrics, yaitu lawan dari vanity metrics atau optimization metrics. Metriks actionable adalah parameter yang harus pake scientific execution yang matang. Perhitungan matematis yang detail benar-benar diterapkan agar dapat diketahui apa saja penyebab dari semua capaian bisnis. Misalnya, “kenapa jumlah likes-nya nambah?”, “kenapa sales meningkat”, dan sebagainya. Bentuk actionable metrics contohnya adalah jumlah transaksi, conversion rate atau CR, dan sebagainya. Metriks ini dapat menunjukkan keputusan untuk bisnis ke depannya.
Well, memang sangat disarankan untuk mengombinasikan keduanya agar bisnis dan jumlah penjualan makin naik. Kamu bisa manfaatkan vanity metrics atau optimization metrics untuk naikin jumlah followers demi meningkatkan awareness terhadap produk-produk kamu. Sambil naikin awareness, sekalian fokus ke actionable metrics untuk naikin omzet. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.